Aku Ingin Jogja Damai Penuh Nilai

Menerobos riuhnya Jogja, kota dengan beragam julukan yang sempat menorehkan kenangan manis dalam perjalanan hidupku ini, seolah ada kerinduan mendalam yang tak tahu kapan akan terobati. Ya, kota yang dulu ramah, aman, dan asri ini mulai terkoyak dengan berbagai perubahan. Aku ingin Jogja damai penuh nilai!

Kota pelajar, kota budaya, kota gudeg, kota seni, kota wisata, dan rentetan nama lain yang tidak kalah menarik pernah melekat dan menjadi predikat Jogja kala itu. Ingatanku kembali pada beberapa tahun silam, dimana kota ini menjadi dambaan setiap lulusan. Betapa bangga bagi orang tua waktu itu tatkala putera putrinya memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan di kota ini, termasuk juga orang tuaku yang akhirnya harus melepaskanku mengejar cita-cita untuk meneruskan studi di Jogja.

Aku Ingin Jogja Damai Penuh Nilai
Sekolah Menengah Pertama telah kuselesaikan waktu itu, ketika terbesit asa untuk melanjutkan studi ke kota Jogja. Gayung bersambut, sebuah sekolah menengah kejuruan tingkat atas menerimaku sebagai siswanya, yang akhirnya membawaku untuk mencicipi keramahan kota yang penuh kenangan ini. Welcome to Jogja Son!

Tahun pertama menjalani masa studi di Kota Jogja, keramahan kota inipun kusambut dengan suka cita. Meski menjadi salah satu kota besar di negeri ini, kehidupan sosial yang penuh kebersamaan dan kekeluargaan di kota ini tetap dapat kurasakan. Masyarakat masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, lembaga-lembaga pendidikan masih menjadi primadona, dan suasana aman tenteram pun bukan hanya isapan jempol semata.

Sayangnya, semua itu kurasakan beberapa tahun yang lalu. Kenangan, ya mungkin saat ini semua itu hanya sebuah kenangan. Kenangan yang akan senantiasa terpatri dalam sanubari dan entah sampai kapan dapat kunikmati kembali dalam sisa masa hidup ini. 

Kini, Jogja tidak seramah dulu. Orang-orang mulai egois, individualis! Semangat kebersamaan yang waktu itu kurasakan seakan sirna, ditelan aneka gengsi dan prestise pribadi. Orang-orang seolah berlomba memperkaya diri. Rumah mewah, kendaraah wah, dan harta yang melimpah menjadi pemandangan yang tak dapat kuhindari ketika menjamah hari-hari di kota ini.

Aku ingin Jogja damai penuh nilai! 
 
Berita heboh seputar tawuran warga pendatang dan aksi-aksi preman mulai mengoyak kesahajaan Kota Jogja beberapa waktu yang lalu. Rentetan kejadian anomali serta kasus-kasus kekerasan yang kubaca, kudengar, bahkan kuskasikan lewat beragam media seolah mengaburkan kenangan manisku akan kota ini. Mengapa semua ini bisa terjadi. Aku ingin Jogja seperti dulu lagi!

Budaya asah asih asuh seolah tak lagi diresapi. Nilai-nilai ketimuran yang asri mulai kehilangan gigi. Pendidikan menjadi lahan bisnis yang tak pernah berhenti  menghitung untung rugi. Kapan fenomena ini akan berhenti? 

Di sudut-sudut ruang halusinasi, pergaulan muda-mudi seolah menjadi saksi perubahan pola hidup yang tak lagi sesuai tradisi. Narkoba, seks bebas, dan pronoaksi mulai mewarnai, bukan sekedar untuk mencari sensasi, namun telah larut dalam akulturasi. Sungguh bukan seperti ini Jogja yang aku inginkan.

Di berbagai lokasi, hampir selalu kutemui remaja puteri yang tak lagi risih memakai celana hot pan. Inikah salah satu bentuk emansipasi? Kurasa bukan, dan bukan seperti ini Jogja yang aku ingini. Jogja yang sok seksi namun lupa akan jati diri.

Di sudut lain, perkembangan kota seolah menjadi saksi kesemrawutan yang hampir setiap saat aku hadapi ketika berkunjung ke kota ini. Jogja yang lengang penuh ruang untuk bersosialsiasi tertutup dengan aneka macam arogansi. 

Jalan yang penuh sesak, ruang publik yang semakin terdesak, serta belantara beton yang nampak semakin congkak  adalah pemandangan yang tak akan dapat kucampak setiap kali menerobos kota ini. Oh Jogja, mengapa semua ini bisa terjadi?

Bagi mereka yang peduli dengan kembalinya Jogja yang asri, indah, dan berseri, semoga renunganku ini menjadi bahan evaluasi:

Nilai-nilai Sosial
Keramahtamahan dan kekeluargaan kota ini seakan lebur dalam balutan akuluturasi. "Tepo sliro" dan niat untuk berbagi seolah terhenti. Adakah yang mau memperbaiki? Mari kita cari alternatif solusi. Barangkali melibatkan semua warga, apapun status yang mereka miliki (pemilik kos, anak kos, hingga para pemerhati) dalam setiap diskusi warga, dimanapun itu, dapat menjadi sarana mediasi untuk mengembalikan nilai-nilai sosial kota ini suatu hari nanti. 

Pendidikan
Mari kita tengok kembali prestasi pendidikan di kota ini. Berapa banyak kesuksesan yang telah diraih sekaligus kemunduran yang dialami. Kemana larinya predikat kota ini yang populer sebagai Kota Pelajar dan Mahasiswa, tatkala kesan miring kualitas pendidikan di kota ini yang semakin mengiris hati? semoga kita bisa menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dan penuh dharma bhakti.

Keamanan
Berita-berita tentang preman sempat menjadi topik hangat tentang kota ini. Tak ada yang tahu pasti apakah trend ini akan kembali terjadi. Adakah yang peduli dengan semua ini jika penjara pun seolah tak mau mengakhiri keegoisan ini? Mari kita saling peduli.

Betapapun itu, aku tetap optimis bahwa suatu hari nanti, Jogja yang selalu di hati akan menemukan kembali jati dirinya. Aku ingin Jogja yang damai bersahaja dimana semangat kebersamaan tetap terjaga, budaya terpelihara, pendidikan tak ternoda oleh tujuan bisnis semata, keamanan menjadi yang utama, lingkungan dapat tertata, generasi muda semakin berwibawa, dan masyarakat Jogja yang selalu sehat bersahaja. Aamiin

Kategori:

6 komentar:

  1. Thank you very much for sharing information that will be much helpful for making coursework my effective.

    BalasHapus
  2. Thank you very much for sharing information that will be much helpful for making coursework my effective.

    BalasHapus